Book

 

Menafsir Demokrasi konstitusionalMenafsir ‘Demokrasi Konstitusional’: pengertian, rasionalitas dan status demokrasi konstitusional Indonesia pasca amandemen UUD 1945 menurut MK (Jakarta: KRHN, 2014). Reformasi Konstitusi di Indonesia sebagai buah dari gerakan reformasi 1998 yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) telah membawa perubahan besar dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia dengan pergeseran orientasi dari supremasi institusi (MPR) ke supremasi konstitusi. Sebagai konsekuensinya, seluruh tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus merujuk dan bersumber kepada Konstitusi (UUD 1945) sebagai hukum yang tertinggi, sehingga diperlukan suatu institusi yang berfungsi menjaga konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).

Praperadilan-di-IndonesiaPraperadilan di Indonesia: Teori, sejarah dan Praktiknya (Jakarta: ICJR, 2013). Salah satu masalah mendasar yang sering menjadi perdebatan hangat di kalangan komunitas hukum adalah mengenai upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum, terutama Penyidik dan Penuntut Umum. Secara umum, upaya paksa yang dikenal dalam sistem peradilan pidana modern di dunia ini adalah upaya paksa di bidang penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan. Terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum seharusnya tunduk dibawah pengawasan Pengadilan (judicial scrutiny). Mestinya tak ada satupun upaya paksa yang dapat lepas dari pengawasan Pengadilan sehingga upaya paksa yang dilakukan oleh para pejabat penegak hukum tersebut tidak dilakukan secara sewenang wenang yang berakibat pada terlanggarnya hak – hak dan kebebasan sipil dari seseorang.

547143_membelenggu_ekspresiMembelenggu Ekspresi: Studi kasus mengenai praktik pemblokiran/penyaringan konten internet dan kriminalisasi pengguna internet di Indonesia (Jakarta: ELSAM, 2014). Meningkatnya penggunaan internet hari ini, telah berdampak pula pada terjadinya peningkatan dalam jumlah dan jenis kejahatan dunia maya. Dalam rangka antisipasi dan penindakan terhadap berbagai jenis tindak kejahatan dunia maya tersebut, negara-negara termasuk Indonesia telah melahirkan sejumlah kebijakan yang dimaksudkan untuk mengontrol dan mengawasi penggunaan internet, yang dibarengi dengan ancaman pemidanaan. Kebijakan ini khususnya yang terkait dengan konten internet. Setidaknya ada dua isu penting terkait dengan pengaturan konten internet, yaitu isu mengenai pembatasan dan penyaringan konten, serta isu pemidanaan terhadap pengguna akibat konten yang disebarluaskan.

137152_cover_Seri__2_-revisi_warnaKebijakan Kontrol versus Kebebasan Berinternet: Pengantar singkat tentang perkembangan dan dinamika regulasi terkait internet dan hak asasi manusia di Indonesia, Malaysia dan Filipina (Jakarta: ELSAM, 2013). Tulisan kali ini akan menyoroti inisiatif awal pemanfaatan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, di kawasan Asia Tenggara, dengan mengambil contoh di tiga negara, Indonesia, Malaysia dan Filipina. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan dibahas mengenai kerangka dan model yang dianut di tiap-tiap negara dalam mengatur pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Lebih jauh, seiring dengan perkembangan penggunaan TIK, yang kian meluas dalam beberapa tahun terakhir, telah memunculkan beberapa problematika krusial terkait dengan pemanfaatan teknologi ini. Menegaskan kalimat sebelumnya, selain memberikan banyak fungsi positif untuk pemajuan kualitas hidup manusia dan pemenuhan hak asasi manusia pada umumnya, perkembangan internet yang kian pesat juga telah menciptakan dampak yang sifatnya negatif, yang memungkinkan setiap orang potensial menjadi korban atas dampak tersebut. Melihat adanya dampak negatif itulah pemerintah di beberapa negara kemudian menghadirkan sejumlah regulasi yang secara spesifik mengatur pemanfaatan dan pengawasan terhadap teknologi ini.

333736_Tata_Kelola_Internet_dan_HAM_-_Seri_Internet_dan_HAM_1Tata kelola internet yang berbasis hak: Studi tentang permasalahan umum tata kelola internet dan dampaknya terhadap perlindungan hak asasi manusia di Indonesia (Jakarta: ELSAM, 2013). Dalam konteks pemajuan hak asasi manusia, besarnya pengguna internet ini tentu telah melahirkan banyak peluang. Mencuplik pernyataan Frank La Rue, Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, internet telah menjadi alat yang sangat diperlukan untuk mewujudkan berbagai hak asasi manusia, memberantas ketidakadilan, dan mempercepat pembangunan dan kemajuan manusia. Oleh karena itu, memastikan akses universal terhadap internet harus menjadi prioritas bagi semua negara. Sinyalemen ini dikuatkan dengan resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan HAM PBB pada Juni 2012 tentangThe Promotion, protection and enjoyment of human rights on the Internet, yang menempatkan akses internet sebagai bagian dari hak asasi manusia.

1362381402_Cover_Intimidasi_dan_KebebasanIntimidasi dan kebebasan: Ragam, corak dan masalah kebebasan berekspresi di lima propinsi periode 2011-2012 (Jakarta: ELSAM, 2013). Siapapun tak meragukan salah satu capaian transisi politik adalah situasi kebebasan berekspresi yang jauh lebih baik dibandingkan ketika rejim Orde Baru berkuasa. Menandai berakhirnya rejim Orde Baru, tindakan pembredelan surat kabar mulai tak lagi diterapkan dan hampir selalu dirujuk sebagai penanda babak baru kebebasan berekspresi.  Sebagai suatu penanda, hal itu tak dapat dipungkiri, mencerminkan kuatnya pengaruh jurnalis dalam diskursus dan arah perkembangan kebebasan berekspresi. Di masa lalu jurnalis menjadi salah satu kelompok progresif yang menggulirkan gagasan demokrasi dan perubahan sosial. Berbagai perlawanan-perlawan yang digagas oleh kelompok ini bertemu dengan upaya advokasi yang digerakkan oleh kelompok pro-demokrasi lainnya, seperti aktivis HAM dan LSM terbukti mampu mendorong standar baru dalam menjamin kebebasan berekspresi. Dalam konteks tersebut, dapat dipahami apabila gagasan kebebasan berekspresi lebih banyak dipahami dan dihubungkan dengan kebebasan melakukan kritik atau koreksi atas pemerintahan yang ada, baik melalui ekspresi lisan, tulisan atau bentuk medium yang lain termasuk karya seni.

1358913650r_Cover-ELSAM-Pulangkan-MerekaPulangkan Mereka! Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia (Jakarta: ELSAM, 2012). Buku ini merangkai ingatan yang sebelumnya terpisah tentang praktik penghilangan paksa yang terjadi pada periode dan bentangan geografis yang berbeda. Dua belas esai yang terangkum dalam buku ini menghadapkan kita pada wujud rezim penghilangan paksa ketika beraksi pada 1965 hingga 1968, lalu berlanjut di Papua, Timor Timur (sekarang Timor Leste), Aceh, Tanjung Priok,Talangsari, dan pada 1997-1998.Setiap esai berusaha menjawab pertanyaan: siapa korban, bagaimana mereka dihilangkan, mengapa dihilangkan, siapa pelaku, dan dari mana sumber logistik menjalankan kejahatan itu.

16161153Potret Penahanan Pra-Persidangan di Indonesia (Jakarta: ICJR, 2011). Tema penahanan pra-persidangan merupakan salah satu masalah yang belum mendapat perhatian serius dalam perjalanan reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Oleh karena itu, pengalaman dan praktik penegakan hukum yang masih berlangsung hingga saat ini cukup menunjukkan bahwa penahanan pra-persidangan telah menjadi salah satu sumber penyalahgunaan wewenang, khususnya oleh aparat penegak hukum. Penahanan pra-persidangan di Indonesia mencapai jangka waktu 230 hari sebelum seseorang diajukan ke persidangan. Meski KUHAP tidak mengharuskan seseorang yang ditahan harus berada dalam tahanan di rumah tahanan negara, namun tak pernah ada mekanisme yang dikembangkan untuk melihat alternatif lain di luar penahanan di rumah–rumah tahananan negara.  Akibatnya para penegak hukum lebih memilih untuk menahan tersangka dalam jenis penahanan rumah tahanan negara.

1326101756_Parlemen_dan_HAMHAM dalam Pusaran Politik Transaksional (Jakarta; ELSAM, 2010). Sejalan dengan agenda demokratisasi di Indonesia pasca-1998, kesadaran bahwa hak asasi manusia merupakan elemen yang tak terpisahkan dari demokrasi semakin meluas. Penghormatan hak asasi merupakan prasyarat mutlak terbentuknya tata kelola pemerintahan yang demokratis. Jaminan penghormatan dan perlindungan hak asasi tiap warga negara memungkinkan warga memperolah perlindungan atas kebebasan sipilnya. Dengan demikian, warga dapat berkontribusi sepenuhnya dalam mewujudkan demokrasi, baik melalui partisipasi politik secara bebas, keluasan berorganisasi, berpikir dan berpendapat, serta menempatkannya setara di hadapan hukum. Paska bergulirnya transisi politik tahun 1998, institusionalisasi Hak Asasi Manusia berlangsung dengan cepat baik melalui adopsi langsung norma hak asasi manusia ke dalam peraturan perundang-undangan nasional seperti tampak pada perubahan kedua UUD 1945  dan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, maupun melalui proses ratifikasi. Sejauh ini, Indonesia telah menjadi negara pihak dari 7 konvensi utama HAM, termasuk yang terakhir diratifikasi adalah Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas di tahun 2011.

Menggapai KeadilanMenggapai Keadilan Konstitusi-Suatu Rekomendasi Untuk Revisi UU Mahkamah Konstitusi (Jakarta: KRHN, 2008). Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan suatu hal yang positif untuk memperbaiki bekerjanya system ketatanegaraan Indonesia. Kehadirannya tidak hanya dapat dipandang sebagai bagian dari mekanisme cheks and balances, dan melengkapi mekanisme hukum terhadap persoalan-persoalan politik dalam kerangka demokrasi. Tetapi lebih dari itu, kehadiran MK diharapkan dapat memberikan ‘rasa keadilan’ secara maksimal. Harapan ini bukannya tanpa dasar, karena MK memang diset-up sebagai salah satu lembaga peradilan. Sementara peradilan umum (MA) masih dalam kondisi terpuruk, dan seakan sulit memberikan keadilan yang didambakan. Selama kurang lebih 5 (tahun) ini, MK telah berperan dalam mengadili perkara-perkara yang dimandatkan konstitusi. Selama kurun waktu itu pula, MK dapat meraih perhatian dan kepercayaan dari publik. Perhatian dan kepercayaan yang diantaranya timbul dari ‘rasa keadilan’ berdasarkan konstitusi (constitutional justice) yang telah diberikan. Sekalipun demikian, tak dapat dipungkiri bahwa peranan MK tersebut belum sepenuhnya berjalan sebagaimana diharapkan. Masih terdapat sejumlah persoalan yang menghambat MK berperan secara maksimal. Termasuk dalam hal ini adalah persoalan-persoalan yang terjadi dan berlangsung di dalam praktek penyelenggaraan MK. Sehingga mutlak diperlukan suatu langkah korektif, sekaligus proyeksi MK ke depan.

Image0001Assessment Transparansi dan Akuntabilitas KPU Pada Pelaksanaan Pemilu 2004: Sebuah Refleksi Untuk Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu (Jakarta: KRHN, 2008). Secara konstitusional, desain kelembagaan yang dikehendaki bagi penyelenggara pemilihan umum (pemilu) tidak hanya bersifat nasional, tetap dan mandiri. Tetapi dituntut pula agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) beserta jajarannya di daerah (KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota), dapat melaksanakan mandat kekuasaan yang diberikan secara transparan dan akuntabel. Pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas bagi penyelenggara pemilu adalah untuk lebih menjamin pemilu dapat diselenggarakan secara jujur dan adil (free and fair election). Serta mampu melindungi hak-hak konstitusional masyarakat dari kemungkinan terjadinya penyimpangan/pelanggaran, dan tidak terkotori oleh kepentingan-kepentingan sempit sesaat.